UPACARA ADAT CEPROTAN DESA SEKAR DONOROJO
Kabupaten Pacitan memang masih kental dengan budaya jawanya. Bahkan masih terbilang banyak upacara-upacara adat dari berbagai wilayah di Pacitan yang sampai kini masih di adakan atau diperingati. Salah satunya adalah Upacara adat Ceprotan.
Upacara adat Ceprotan yang sudah menjadi tradisi masyarakat
Pacitan khususnya masyarakat Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan Jawa Timur selalu dilaksanakan tiap tahun pada bulan Dzulqaidah (Longkang),
hari Senin Kliwon. Acara ini dimaksudkan untuk mengenang
pendahulu Desa Sekar yaitu Dewi Sekartaji dan Panji
Asmorobangun melalui kegiatan bersih desa. Upacara ini diyakini
dapat menjauhkan desa tersebut dari bala dan memperlancar
kegiatan pertanian yang merupakan mata pencaharian utama bagi
kebanyakan penduduknya. Lokasi upacara Ceprotan yaitu di Desa
Sekar, Kecamatan Donorojo, kota Pacitan Jawa timur yang jaraknya kurang
lebih 40 km ke arah barat dari pusat kota.
1. Kronologis
Upacara adat ini dimulai dengan pengarakan kelapa muda yang
digunakan sebagai alat “ceprotan” menuju tempat dilaksanakannya
upacara yang biasanya berupa tanah lapang. Kelapa-kelapa ini
ditempatkan pada keranjang bambu dengan anyaman yang
jarang-jarang dan dibawa oleh pemuda setempat.
Sebelum acara dimulai, tetua adat membacakan doa-doa. Upacara
dilanjutkan dengan ditampilkannya sendratari yang menceritakan
pertemuan antara Ki Godeg dengan Dewi Sekartaji. Kemudian
pemuda-pemuda ini dibagi menjadi dua kubu yang ditempatkan
secara berseberangan. Keranjang berisi kelapa muda yang telah
dikuliti dan direndam selama beberapa hari agar tempurungnya
melunak, diletakkan di depan masing-masing anggota kubu yang
telah berjajar dengan posisi menghadap ke arah kubu lawan.
Antar kedua kubu ini diberi jarak beberapa meter sehingga mereka
tidak berhadapan secara langsung dan diantara mereka diletakkan
sebuah ingkung atau ayam utuh yang dipanggang.
Setelah semua siap, anggota dari kedua kubu mulai saling
melempar kelapa muda yang berada di depan mereka. Setiap
orang yang terkena lemparan hingga kelapa yang dilempar pada
mereka pecah dan airnya membasahi tubuhnya dianggap sebagai
orang yang kelak akan mendapatkan rezeki yang melimpah.
Ayam panggang yang diletakkan di tengah-tengah arena tidak
diperebutkan melainkan disimpan untuk dimakan bersama-sama
pada akhir acara. Setelah semua kelapa habis, kegiatan saling
melempar kelapa yang dinamakan ceprotan ini diakhiri dengan
pembacaan doa kembali. Pada penutupan acara ceprotan ini juga
dilakukan tarian-tarian singkat yang mengiringi kepergian pemuda-
pemuda yang telah melakukan ceprotan.
2. Peralatan dan Makna Simbolik
Sendratari yang ditampilkan pada awla acara menceritakan tentang
pertemuan antara Ki Godeg dengan Dewi Sekartaji. Menurut
kepercayaan masyarakat Donorojo, Ki Godeg merupakan orang
pertama yang membuka atau istilahnya “membabad” wilayah itu
yang semula berupa hutan belantara. Ki Godeg merupakan nama
lain dari Panji Asmorobangun, seseorang yang sakti mandraguna
dari daerah Kediri. Karena keuletan dan keahlian dari Ki Godeg
tersebut, wilayah yang semula berupa hutan belantara berhasil
diubah menjadi lahan pertanian.
Suatu ketika, beliau bertemu dengan dua orang wanita yang
sedang menempuh perjalanan. Kedua wanita tersebut sebenarnya
adalah titisan dewi yaitu Dewi Sukonadi dan Dewi Sekartaji. Mereka
beristirahat di wilayah yang telah dibabad Ki Godeg. Salah satu dari
dewi tersebut yaitu Dewi Sekartaji merasa kehausan. Karena
merasa kasihan, Ki Godeg menawarkan diri untuk mencarikan
minuman bagi dewi tersebut. Dewi Sekartaji kemudian meminta
air kelapa muda untuk mengobati dahaganya. Sayangnya,
diwilayah tersebut tidak terdapat pohon kelapa sama sekali.
Namun demi memenuhi permintaan dari Dewi Sekartaji, Ki Godeg
melakukan matekaji atau menggunakan ilmunya untuk masuk ke
dalam tanah guna mencari kelapa muda di tempat yang cukup
jauh. Tempat dimana Ki Godeg masuk ke dalam tanah berubah
menjadi sumber mata air, kemudian tempat beliau keluar dari
tanah juga menjadi mata air yaitu di daerah Wirati, Desa Kalak.
Mata air tersebut dinamakan Kedung Timo. Setelah beliau
menemukan pohon kelapa, Ki Godeg memanjat dan mengambil
kelapa mudanya, lalu kembali lagi ke tempat semula dimana Dewi
Sekartaji menunggu beliau. Tempat beliau kelaur dari tanah saat
kembali juga menjadi mata air. Dewi Sekartaji yang kehausan
segera meminum air kelapa muda yang dibawakan oleh Ki Godeg.
Sisa dari air kelapa muda yang tidak habis diminum oleh Dewi
Sekartaji ditumpahkannya di tempat dewi tersebut berdiri. Air
kelapa yang menyentuh tanah seketika menjadi sumber air yang
hingga sekarang dikenal sebagai Sumber Sekar. Dewi Sekartaji
kemudian berpesan pada Ki Godeg, jika kelak tempat tersebut
menjadi pemukiman agar dinamai Desa Sekar. Untuk pemuda
yang ingin ngalap berkah untuk mencari sandang pangan
disuruhnya menggunakan cengkir yang dalam Bahasa Indonesia
adalah kelapa muda. Hari terjadinya peristiwa tersebut adalah
Senin Kliwon pada bulan Longkang atau Dzulqaidah.
Kelapa muda yang digunakan sebagai alat utama dalam upacara
ini merupakan cengkir yang dimaksud oleh Dewi Sekartaji. Makna
simbolik dari cengkir ini terletak pada kepanjangan dari cengkir
menurut orang Jawa yaitu ceng-cenge pikir. Jadi, merujuk dari
pesan Dewi Sekartaji bahwa untuk pemuda yang ingin ngalap
berkah untuk mencari sandang pangan, disuruh menggunakan
cengkir atau ceng-cenge pikir yang artinya mengandalkan daya
pikir atau otaknya.
Kemudian mengenai acara saling melempar kelapa muda,
mengandung makna saling membantu dalam mencari rezeki
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. “Ingkung” atau ayam
panggang utuh yang berada di tengah arena upacara
melambangkan rezeki yang harus di usahakan atau dicari oleh
para pemuda.
3. Nilai-nilai yang Trekandung dalam Upacara Adat Ceprotan
Selain nilai kebudayaan dan sejarah, upacara adat Ceprotan
sekaligus legenda yang melatarbelakangi sarat dengan nilai-nilai
lain yang harus dicermati dan dapat diamplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
Pertama mengenai kegigihan Panji Asmorobangun atau yang
dikenal sebagai Ki Godeg dalam usaha-usahanya membuka dan
membangun suatu wilayah di Pacitan yang kini dikenal dengan
nama desa Sekar, kecamatan Donorojo menjadi daerah pertanian.
Daerah ini sebenarnya merupakan daerah yang tandus mengingat
kandungan kapur dalam tanahnya yang cukup tinggi. Namun kini
wilayah tersebut menjadi salah satu penghsail padi dan kelapa
yang cukup diperhitungkan di Kabupaten Pacitan.
Kedua mengenai kebaikan hati beliau menolong orang yang
kesusahan yaitu dalam legenda ini Dewi Sekartaji, serta
pengorbanan yang dilakukannya.
Ketiga mengenai pesan yang disampaikan oleh Dewi Sekartaji
pada generasi muda yaitu untuk mengandalkan pikirannya dalam
mencari penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup.
Nilai lain yang dapat diambil dari kegiatan ini adalah mengenai
ingkung yang disediakan di tengah arena. Ingkung ini memang
seolah menjadi sntral dari Upacara Ceprotan karena
melambangkan rezeki yang dicari. Namun ingkung tersebut tidak
diperebutkan. Hal ini menunjukkan bahwa generasi muda harus
berusaha optimal dalam meraih apa yang diinginkan, tetapi jangan
sampai melanggar hak dan kepentingan orang lain.
Doa pada awal dan penutup upacara juga memiliki nilai tersendiri,
bahwa generasi muda harus memulai dan mengakhiri setiap
usaha-usaha yang dilakukan dengan doa. Dengan doa yang
melambangkan pengharapan dan kepasrahan terhadap Sang
Pencipta. Kita harus meyakini jika usaha yang kita lakukan sudah
maksimal, Tuhan akan membalasnya dengan hasil yang
memuaskan.
4. Prospek Nilai dalam Kehidupan Nasional
Nilai-nilai dalam Upacara Adat Ceprotan tersebut tentu memiliki
prospek dalam kehidupan Nasional. Pertama adalah masalah
keyakinan kita terhadap Tuhan. Kegiatan doa pada awal dan
penutupan upacara yang melambangkan pengharapan dan
kepasrahan kita terhadap Sang pencipta, mengingat bahwa kita
harus memulai dan mengakhiri setiap usaha-usaha yang kita
lakukan dengan doa.
Disadari atau tidak, masyarakat Indonesia yang terkena imbas
globalisasi dan meningkatnya tekanan hidup terutama di bidang
ekonomi, kebanyakan menjadi semakin populer. Mereka bersusah
payah mengejar tujuannya namun lupa berdoa untuk meminta
bantuan, rakhmat, serta restu dari Sang Penguasa Alam. Saat
mereka mendapat apa yang dicita-citakan, mereka lupa bersyukur
pada Kekuatan Tak Terlihat yang menuntun dan memudahkan
jalan mereka dalam proses pencapaian tersebut. Sedangkan jika
mereka gagal, orang-orang tersebut akan menggerutu pada
Tuhan. Mereka mengalihkan kekecewaannya dan mencoba
menutupi kegagalan yang sebenarnya bersumber dari diri mereka
sendiri dengan menyalahkan Penciptanya.
Selanjutnya mengenai sikap gemar menolong yang rupanya saat
ini ikut menghilang. Manusia yang menjadi komponen bangsa ini
tampaknya lebih senang saling menuding atas kerusakan-
kerusakan serta kesulitan di berbagai sektor yang dialami oleh
negara. Jika sikap saling menolong ini saja sudah langka, apalagi
pengorbanan yang dibutuhkan untuk menjadikan bangsa ini
menjadi lebih baik hanya sebuah impian belaka.
Intisari dari upacara tersebut yaitu mengenai cengkir atau ceng-
cenge pikir. Bangsa ini membutuhkan otak-otak yang siap diperas
untuk memikirkan banyak hal demi mewujudkan Indonesia yang
lebih baik. Generasi muda yang menjadi fokus utama, harus giat
menuntun ilmu pengetahuan, bukan hanya untuk formalitas,
gelar, ataupun merencanakan masa depannya sebagai karyawan
melainkan lebih dari itu, yaitu untuk mewujudkan lapangan-
lapangan kerja, inovasi-inovasi, dan kreatifitas tingkat tinggi yang
diperlukan untuk mengangkat kesejahteraan, harkat, serta
maertabat bangsa.
Mengenai ingkung, kita diingatkan agar dalam usaha mencapai
tujuan, tidak boleh saling sikut. Fenomena negatif ini telah
mewarnai berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Secara utuh,
upacara ini mengajak generasi penerus untuk menengok ke
belakang, melihat dan meneladani apa yang dilakukan oleh para
pendahulu kita dan menerapkannya dalam kehidupan masa kini.
Dimulai dari perilaku pribadi hingga sikap berbangsa dalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, Upacara adat Ceprotan merupakan tradisi
masyarakat Pacitan khususnya masyarakat Desa Sekar Kecamatan
Donorojo yang dilaksanakan tiap tahun pada bulan Dzulqaidah
(Longkang), hari Senin Kliwon. Acara ini dimaksudkan untuk
mengenang pendahulu Desa Sekar yaitu Dewi Sekartaji dan Panji
Asmorobangun melalui kegiatan bersih desa. Upacara ini diyakini
dapat menjauhkan desa tersebut dari bala dan memperlancar
kegiatan pertanian. Lokasi upacara Ceprotan yaitu di Desa Sekar,
Kecamatan Donorojo, kota Pacitan yang jaraknya kurang lebih 40
km ke arah barat dari pusat kota. Upacara adat ceprotan ini juga
menuntun kita untuk berusaha dalam mencapai tujuan hidup.
Saling tolong menolong sangat diperlukan dalam kehidupan
bermasyarakat. Doa yang merupakan pengharapan pada Sang
Pencipta sangat berberan penting dalam pencapaian apa yang
dicita-citakan. Ingkung yang melambangkan hasil dari usaha yang
dicapai mencontohkan pada kita bahwa setiap usaha pasti ada
hasilnya. Jika usaha yang kita lakukan sudah maksimal, pasti
hasilnya akan memuaskan pula.
6. Saran dan Pesan
Pesan yang disampaikan dari upacara adat Ceprotan adalah sebagai berikut :
~ Sudah seharusnya generasi muda membekali dirinya dengan
ilmu pengetahuan serta ketrampilan agar dapat mencapai
kesejahteraan bagi dirinya dan orang lain di sekitarnya.
~ Diharapkan generasi muda saling bahu membahu dalam
mencapai cita-cita yang ingin dicapai.
~ Generasi muda harus berusaha optimal dalam meraih apa yang
diinginkan, tetapi jangan sampai melanggar hak dan kepentingan
orang lain.
~ Generasi muda harus memulai dan mengakhiri setiap usaha-
usaha yang dilakukan dengan doa. Karena doa melambangkan
pengharapan dan kepasrahan terhadap Sang Pencipta. Kita harus
meyakini jika usaha yang kita lakukan akan mendapatkan hasil yang maksimal.
Comment
All comments under post "''UPACARA ADAT CEPROTAN PACITAN'' Ritual bersih desa serta mengenang nenek moyang pendahulu desa Sekar. [Desa Sekar - Kecamatan Donorojo]"
Posting Terkait: